Halaman

Minggu, 19 Mei 2013

PENGUMPUL DAN PENGHITUNG HARTA

Kebiasaan menghitung-hitung untung dunia kebiasaan orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya. Sementara lupa untuk menghitung-hitung untung untuk akheratnya. Baginya membeli makan sekeluarga di resto terkenal nan mahal lebih afdhol di banding memberi makan anak yatim dan para miskin dalam jumlah rupiah yang sama. Baginya membangun rumah dunia mestilah mewah dan penuh perhitungan agar bagus jadinya. Sementara membangun rumah akherat cukup pake receh saja, itupun juga penuh perhitungan agar gak jatuh miskin. Berangkat kerja jam 7 pagi adalah sebuah kedisiplinan yang bernilai sebuah integritas dan cermin diri. Sementara berangkat Sholat shubuh jam 4 pagi sebuah kerja yang boleh terlambat..bisa di tawar,dan tidak ada kaitanya dg integritas apalagi cermin diri. Kebiasaan lain dari pengumpul harta untuk dunia ini mudah sekali lidahnya mengumpat dan mencela orang lain baik dg kata2nya karena gampangnya ia emosi atas dunia dan hartanya yang terkurangi. Atau mencela dengan isyarat dan bahasa tubuhnya untuk mencela dan mengumpat orang lain.Juga karena harta yang di hitung-hitungnya dan di kumpulkanya menjadikan ia orang terhormat sehingga ia merasa lebih baik dari orang lain dan sulinya menerima masukan nasehat dari orang lain.
."Celakalah orang yang suka mencela dan mengumpat dg lisan dan perbuatanya..".Mintalah perlindungan kp Alloh dan waspadalah ! [Sumber: Ust.Umar faqihuddin]
Salam Sakinah,

www.asmarasakinah.com
follow our twitter: @AsmaraSakinah
like our fun page fb: Asmara Sakinah
call/sms:085641387672
PIN: 324F2B82

Selasa, 07 Mei 2013

Hukum pernikahan setelah istri ke-empat

Bagaimana Islam mengatur hukum pernikahan mengenai jumlah maksimal istri yang masih menjadi istri dalam satu waktu? Berikut ini merupakan sebuah jawaban dari pertanyaan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Ust Rishky Abu Zakariyya:

Apa hukum pernikahan yang dilakukan setelah istri yang ke-empat (semua empat istri masih menjadi istri) ?

Jawaban :
Bismillahirrahmanirrahim, berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Umar, tentang seorang shahabat bernama Ghailan bin Salamah ats-Tsaqafi bahwa beliau memiliki sepuluh istri di masa jahiliyah, kemudian mereka semuanya memeluk Islam menyertai suaminya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepadanya untuk memilih empat dari istri-istrinya tersebut.
(Hadits ini shahih, sebagaimana di dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi 1/329)
Hadist ini menunjukkan bahwa pernikahan yang sah, hanyalah pernikahan hingga istri yang keempat, jika semuanya masih dalam status istri. Dan merupakan penegas dari firman Allah ta'ala,
فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ
"Maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagi kalian, dua, tiga dan empat." (an-Nisa': 3)

Lebih dari itu, pernikahan ke lima dan seterusnya adalah pernikahan yang fasid/tidak sah. Wallahu A'lam bish-shawab.

(Ust Rishky Abu Zakariyya)

Semoga bermanfaat bagi pembaca.

Salam Sakinah,

www.asmarasakinah.com
follow our twitter: @AsmaraSakinah
like our fun page fb: Asmara Sakinah
call/sms:085641387672
PIN: 324F2B82

Suami Ikut Menikmati Hasil Penjualan Mahar

Berikut ini adalah sebuah jawavaban dari Ustadz Muhammad Yahya atas pertanyaan seseorang mengenai suami yang ikut memakai uang hasil penjualan mahar:

Tanya:
Bagaimana hukumnya jika mahar terpaksa harus terjual dan suami ikut memakai atau menggunakan uang hasil penjualan mahar, Apakah tidak berdosa dan tidak menjadi zinah jika mahar belum bisa diganti oleh suami?

Jawab:
Mahar adalah pemberian wajib suami kepada istri yang disebut saat akad nikah atau setelahnya.
وآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) dengan penuh kelahapan lagi baik akibatnya.
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak mengapa suami menerima atau mengambil sebagian mahar pemberian istrinya secara sukarela.
Wallahu a'lam.

(Ustadz Muhammad Yahya)

Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca, kita berlindung pada اللّه dari situasi yang sedemikian semoga اللّه mencukupkan dan melapangkan rezeqi kita semua.

Salam Sakinah,

www.asmarasakinah.com
follow our twitter: @AsmaraSakinah
like our fun page fb: Asmara Sakinah
call/sms:085641387672
PIN: 324F2B82